Jumat, 23 Januari 2015

Muhammadiyah Tak Perlu Jadi Parpol



SEMINAR. Ketua Majelis Hikmah PP Humammadiyah Jakarta Dr H Imam Addaruqutni MA (paling kanan), didampingi Rektor Unversitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) Prof Dr H Jamaludin Darwis MA (tengah), dan Ketua LSIK Rohmat Suprapto SAg MAg, saat tampil sebagai pembicara pada Seminar Keislaman yang diselenggarakan LSIK Unimus, di kampus Unimus Semarang, Jumat, 9 Januari  2015.(Foto: Sugeng Irianto)




---------------


Muhammadiyah Tak Perlu Jadi Parpol


Perbincangan tentang perlu tidaknya Muhammadiyah menjadi atau mendirikan partai politik, selalu menjadi perbincangan di kalangan internal maupun eksternal organisasi Muhammadiyah. Dilihat dari tujuan dan gerakan awal berdirinya, Muhammadiyah saat ini tidak perlu mendirikan partai atau sebagai partai (partisan) meski dalam kenyataannya Muhammadiyah merupakan gerakan politik.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Majelis Hikmah PP Muhammadiyah Jakarta, Dr H Imam Addaruqutni MA (Al Hafidz), pada Seminar Keislaman yang diselenggarakan Lembaga Studi Islam dan Kemuhammadiyahan (LSIK) Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), di kampus Unimus Semarang, Jumat, 9 Januari 2015.

Seminar dengan tema “Muhammadiyah dan Politik Kebangsaan” ini dibuka Rektor Unimus Prof Dr H Jamaludin Darwis MA, dihadiri para wakil rektor, dekan, Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Unimus Widadi SH, Ketua LSIK Rohmat Suprapto SAg MAg, sejumlah dosen dan sivitas akademika Unimus.

“Sebagian sejarah dan penggerak awal berdirinya organisasi Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan, menunjukkan KH Ahmad Dahlan saat itu terinspirasi pemikiran reformasi keislaman terjadi di Arab Saudi dan sejumlah negara Islam di Timur Tengah untuk kembali pada kemurnian ajaran Islam," kata Imam.

Dengan demikian, katanya, pada dasarnya Muhammadiyah merupakan organisasi yang boleh dikata berpolitik namun tidak partisan.

"Politik baru dijalankan manakala komunikasi dengan penguasa menemui jalan buntu atau penguasa tidak mau mendengarkan masukan-masukan dari Muhammadiyah, maupun kalangan umat Islam lainnya," tandas mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dan mantan Ketua Umum Partai Matahari Bangsa.

KH Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya pada waktu itu, lanjut Imam, mengggunakan pola atau pendekatan Manhaj Maki (pembaharuan Mekah) yang dilakukan Muhammad Ibnu Abdul Wahab untuk reformasi Islam di Arab Saudi secara internal, serta pendekatan Manhaj Misri (Pendekatan Mesir) untuk melakukan reformasi di bidang eksternal atau ketatanegaraan sesuai tuntutan Islam.

"Gerakan di Mesir yang memberi inspirasi KH Ahmad Dahlan,” ujarnya.

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi dakwah untuk kepentingan seluruh umat, bukan hanya dalam arti sempit dakwah tentang tata cara shalat, mengaji, dan lain-lain, melainkan dalam makna lebih luas menyangkut kehidupan sehari-hari sampai pada kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan lewat berpolitik.

Sayangnya, kata Imam, makna dakwah belakangan dimatikan atau dipersempit hanya sebagai cara-cara shalat, mengaji, puasa, atau hal internal ke-Islam-an saja.

Dia mengatakan, inspirasi awal berdirinya Muhammadiyah merupakan gerakan yang harus bisa memberi manfaat bagi orang lain lewat organisasi, karena lewat organisasi akan lebih memudahkan ke arah tujuan yang ingin dicapai.

“Kalau berbicara dan mengkaji Muhammadiyah, maka perlu dikembalikan Muhammadiyah pada awal berdirinya organisasi ini yang sangat jelas tujuan berdirinya. Juga tata cara organisasi Muhammadiyah dijalankan penuh dengan profesionalisme,” tandas Imam.
---------

Sumber:
http://krjogja.com/read/243826/muhammadiyah-tak-perlu-jadi-parpol.kr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar