Selasa, 21 April 2015

Muhammadiyah Belum Menjadi Social Values


Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqaddas menilai, organisasi Muhammadiyah sebagai salah satu arus utama pilar dan kekuatan demokrasi, sangat kompeten dengan kapasitas budaya dan tradisi organisasinya. Ini ditunjukkan Muhammadiyah dengan ethos amal ilmiah dan ilmu amaliah yang mencerahkan bangsa. (Foto: Adidaya Perdana/Radar Jogja)





———

Muhammadiyah Belum Menjadi Social Values


Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqaddas menilai, organisasi Muhammadiyah sebagai salah satu arus utama pilar dan kekuatan demokrasi, sangat kompeten dengan kapasitas budaya dan tradisi organisasinya. Ini ditunjukkan Muhammadiyah dengan ethos amal ilmiah dan ilmu amaliah yang mencerahkan bangsa.

Menurutnya, tradisi yaadul ‘ulya min yadush shufla yang tercermin dalam spirit fastabiqul khairat dalam berwakaf harta, waktu, pikiran, dan tenaga, sesungguhnya mampu menjadi penyangga budaya birokrasi bersih dan prorakyat.

“Sayang tradisi Muhammadiyah ini belum menjadi social values yang dijadikan rujukan masyarakat, dan belum pula menjadi semacam teori. Paling tidak, paradigma tentang model birokrasi yang efisen, efektif, produktif, dan akuntabel,” kata Busyro pada seminar “Ideopolitor dan Diskusi Jelang Muktamar. Peranan Muhammdiyah di Tengah-tengah Pertarungan Politik dan Pemberantasan Korupsi”, di kantor PDM Kabupaten Magelang, Rabu, 18 Maret 2015.

Ia mengaku optimistis mengamati dari luar selama 15 tahun terakhir. Menurutnya, ada 160 PTM dan mampu menjadi kekuatan intelektual. Yakni, dalam agenda perubahan sosial politik ekonomi yang berbasis pada Mukadimah UUD dan pemberdayaan rakyat.

“Konsekuensinya cukup berat. Yaitu, diperlukan agenda besar PTM,” tegasnya.

Dikatakan, agenda pertama adalah perumusan filsafat ilmu yang berparadigma profetik serta berpilar pada liberasi, humanisasi, dan transendensi. Mata kuliah ini wajib dikuasasi setiap dosen dan menjadi pilihan wajib program studi. Kedua, karantina ideologis bagi dosen dan pegawai PTM. Yaitu internalisasi ideologi (teologi Muhammadiyah) yang berwatak dakwah, amar makruf nahi munkar.

“Ketiga adalah akselerasi kebijakan penguatan riset setiap program studi sebagai komplementasi kebijakan teaching activities. Untuk catatan, realitas kleptokrasi merupakan tantangan akademis untuk dijadikan obyek riset,” jelasnya.

Busyro mengatakan, kekuatan kampus sebagai pusat peradaban dan kontrol sosial menjadi lumpuh. Ini terjadi saat warga kampus tumpul kejujuran dan daya kritisnya terhadap birokrasi yang berasal dari parpol. Hal tersebut dijadikan “imam” yang menciptakan muqollid politik.

Busyro juga menjelaskan soal kahanan perpolitikan di Indonesia saat ini.

“Mereka gagal mempertahankan marwah kejujurannya. Bahwa politik praktis dewasa ini lebih menjelma sebagai godaan politik. Sebagai terminal memburu tahta, harta, dan istri muda,” kritiknya.

Sekretaris Majelis Pendidikan Kader PDM Kabupaten Magelang Sularta menyampaikan, acara yang diselenggarakan Majelis Pendidkan Kader PDM Kabupaten Magelang diikuti ratusan pengurus Muhammadiyah dari berbagai kecamatan di Kabupaten Magelang.

Acara yang semula akan dihadiri 150 peserta, ternyata membludak. Selain pengurus, hadir pula Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang dan anggota DPRD Kabupaten Magelang.

----
Sumber:

http://www.radarjogja.co.id/blog/2015/03/19/belum-menjadi-social-values/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar