Buya saat menjadi keynotespeaker diacara diskusi buku Muazin Bangsa dari Makkah Darat (@Stan Ahmad Dahlan di Monumen Mandala) Jl. Jenderal Sudirman Makassar, Selasa(04/08) |
Dia datang dengan ekspresi tegang, pandangannya kasat-kusut mencari sesuatu, suaranya keras membuat para panitia bungkam dan kebingungan, tak satupun bisa menjawab. "Dimana saya harus membuang ini?" Sambil menunjukkan potongan plastik kecil ditangannya, ternyata mencari tempat sampah. Meski menawarkan diri untuk mengambil plastik di tangannya tapi diacuhkan olehnya. Hingga saya menunjukkan sebuah kantong plastik besar sebagai tempat sampah darurat, barulah Buya bisa duduk dengan tenang. Setidaknya, begitulah kesan pertama saat menyambut Buya Syafii Maarif sapaan akrab Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif (Ketua PP Muhammadiyah 200-2005) sore tadi, Selasa (04/08) pada acara diskusi buku DPD IMM Sulselbar di Monumen Mandala Jl. Jenderal Sudirman Makassar..
Sekali lagi saya kecele, tidak menyangka Buya Syafii Maarif mengabaikan saya saat ingin berjabat tangan. Iya benar, dia lebih memilih mencari tempat sampah dulu. Dalam hati tentu saya kecewa, tapi juga merasa bangga terhadap beliau. Menit pertama pertemuan sore tadi langsung saya catat sebagai pelajaran berharga. Bahwa seorang intelektual akan selalu gelisah jika tidak melakukan sesuatu dengan benar.
Catat baik-baik, seorang Buya Syafii Maarif tidak membuang sampah disembarang tempat, bahkan untuk sepotong plastik kecil yang ukurannya tidak lebih dari 5cm.
Masih dalam rangka #Muktamar47 #Muhammadiyah di Makassar, hingga hari ketiga sampah para penggembira belum juga diatasi dengan baik. Sebabnya sederhana, karena kita tidak seperti Buya diatas. Saya yakin, itulah kesejatian dan karakter Syafii Maarif sebagai seorang intelektual, melakukan hal-hal kecil dengan benar dan bermanfaat. Sekaligus sebagai sindiran, #Muktamar47 #Muhammadiyah yang "Rantasa'"
Muhammad Ramdhan (Sekbid Keilmuan DPD IMM Sulselbar)
(SyamB*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar