Muhammadiyah membingkai dirinya yang juga mengikat seluruh anggota Muhammadiyah dengan Khittah Muhammadiyah. Khittah Muhammadiyah tahun 1971 di Ujung Pandang memagari Muhammadiyah dari perhimpitan dengan partai politik, yang disempurnakan dalam Muktamar tahun 1978. (Foto: muhammadiyah.or.id)
Revitalisasi Kader dan Anggota Muhammadiyah (2-bersambung):
Muhammadiyah Pagari Diri dari Himpitan Parpol
Dalam melaksanakan usaha dan misi gerakannya untuk mencapai tujuan, Muhammadiyah tidak lepas dari situasi dan kondisi yang bersifat politik.
Politik merupakan urusan dunia yang penting (al-umur al-dunyawiyyat), tetapi khusus yang berkaitan dengan urusan politik-praktis (politik yang berkaitan dengan perjuangan kekuasaan sebagaimana yang diperankan partai politik) maka Muhammadiyah tidak bergerak dalam lapangan politik yang khusus itu. Karena itu, dengan tetap berkiprah dalam politik kebangsaan secara luas,
Muhammadiyah membingkai dirinya yang juga mengikat seluruh anggota Muhammadiyah dengan Khittah Muhammadiyah. Khittah Muhammadiyah tahun 1971 di Ujung Pandang memagari Muhammadiyah dari perhimpitan dengan partai politik, yang disempurnakan dalam Muktamar tahun 1978, dengan garis kebijakan sebagai berikut:
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu Partai Politik atau Organisasi apapun; dan
(2) Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah (PP Muhammadiyah, 2003: 24).
Dalam menghadapi dinamika nasional baru setelah reformasi tahun 1998, Muhammadiyah merumuskan Khittah Denpasar tahun 2002, sebagai garis perjuangan yang tidak terpisahkan dari Khittah tahun 1971, yang memberi ruang bagi gerakan Islam ini untuk berkiprah dalam partisipasi kebangsaan tanpa terjebak pada politik-praktis.
Adapun Khittah Denpasar tahun 2002 mengandung garis perjuangan sebagai berikut:
(1) Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara;
(2) Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”;
(3) Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsipprinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis;
(4) Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partaipartai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945;
(5) Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban;
(6) Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban;
(7) Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilihtersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara;
(8) Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguhsungguh dengan mengedepankan tanggung-jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq alkarimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar; dan
(9) Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
Selain nilai-nilai dasar tersebut Muhammadiyah juga merumuskan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) yang menjadi pola bagi tingkahlaku seluruh anggota Persyarikatan.
Secara keseluruhan hakikat, misi, kepribadian, ideologi, khittah, dan berbagai prinsip gerakan Muhammadiyah tersebut haruslah mengikat dan menjadi pedoman, acuan, dan model bagi seluruh anggota Persyarikatan, termasuk bagi kader dan pimpinan Muhammadiyah.
Karena itu nilai-nilai atau prinsip-prinsip gerakan tersebut haruslah menjadi komitmen, integritas, orientasi, dan pola perilaku setiap anggota termasuk kader dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh struktur dan lingkungan Persyarikatan.
III. KEBERADAAN KADER DAN ANGGOTA
Dalam melaksanakan misi, usaha, dan pencapaian tujuan Muhammadiyah diperlukan anggota sebagai pelaku gerakan. Muhammadiyah memandang penting keberadaan anggota sebagai subjek atau pelaku gerakan yang aktif dalam perjuangan organisasi.
Anggota Muhammadiyah secara normatif-organisatoris terdiri atas:
(a) Anggota Biasa ialah warga negara Indonesia beragama Islam,
(b) Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara Indonesia, dan
(c) Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu Muhammadiyah.
Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (Anggaran Dasar Muhammadiyah, 2005, pasal 8).
Anggota Biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(a) Warga Negara Indonesia beragama Islam,
(b) Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah,
(c) Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah,
(d) Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah,
(e) Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal.
Adapun Anggota Luar Biasa ialah seseorang bukan warga negara Indonesia, beragama Islam, setuju dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah serta bersedia mendukung amal usahanya.
Anggota Kehormatan ialah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya diperlukan atau bersedia membantu Muhammadiyah (Angaran Rumah Tangga Muhammadiyah, 2005, pasal 4).
Dalam Pedoman Hidup Islami secara lengkap terkandung kualitas normatif-keislaman atau berupa pola perilaku Islami yang harus dimiliki dan diwujudkan oleh setiap anggota Muhammadiyah.
Pedoman Hidup Islami Warga Muhmmadiyah tersebut merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah atau teladan yang baik.
Dengan pola perilaku yang teladan itu maka akan terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagaimana menjadi tujuan Muhammadiyah.
Dalam Kepribadian Muhammadiyah terkandung sepuluh sifat yang harus dimiliki dan menjadi pola perilaku serta tindakan anggota/orang Muhammadiyah, yaitu:
(1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan;
(2) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah;
(3) Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam;
(4) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan;
(5) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah;
(6) Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik;
(7) Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam;
(8) Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya;
(9) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah; dan
(10) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana (PP Muhammadiyah, 2009: 45).
Dalam mewujudkan tujuan Muhammadiyah kualitas anggota Muhammadiyah yang menjadi pelaku gerakan sangat diperlukan. Lebih khusus lagi para pelaku gerakan Muhammadiyah bahkan harus memiliki kualitas di atas rata-rata, termasuk dalam kualitas militansi selaku penggerak Muhammadiyah.
Militansi Muhammadiyah yakni ketangguhan dalam ber-Muhammadiyah yang dibangun di atas basis nilai-nilai dasar gerakan (Paham Agama, Manhaj Tarjih, Muqaddimah AD, MKCH, Kepribadian, Khittah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah) yang menunjukkan ciri-ciri:
(a) komitmen tinggi pada misi dan kepentingan Muhammadiyah,
(b) tangguh dalam menjalankan usaha-usaha Muhammadiyah,
(c) memiliki integritas tinggi pada cita-cita dan jatidiri Muhammadiyah,
(d) rela berkorban untuk kepentingan dan perjuangan Muhammadiyah,
(e) disiplin tinggi dan kerja keras untuk menjalankan misi serta usaha-usaha Muhammadiyah, (f) bersedia ditugaskan dan ditempatkan di mana pun tanpa memilih-milih,
(g) ikhlas berkiprah dan tidak menduakan atau menomorsekiankan Muhammadiyah di atas yang lain-lain,
(h) menjaga nama baik dan mau memperbaiki kekurangan Muhammadiyah,
(i) bersedia bekerjasama dengan semua komponen yang ada dalam Muhammadiyah,
(j) taat pada pimpinan serta garis kebijakan serta aturan Persyarikatan, dan hal-hal penting lainnya yang menunjukkan diri sebagai kader yang setia pada Muhammadiyah.
Adapun kader merupakan bagian inti dari anggota, yakni anggota yang utama dan berperan sebagai anak panah gerakan Muhammadiyah. Apapun yang sulit dan tidak dapat dilakukan oleh anggota, semuanya dapat dilakukan oleh kader, karena kader merupakan anggota yang terpilih atau anggota yang utama.
Bagaikan anak panah, kader adalah busur yang harus selalu melesat dengan tajam dan tepat sasaran ke mana pun tujuannya. Dengan demikian seluruh syarat dan kualitas yang diniscayakan kepada anggota, seluruhnya harus melekat dan meniscaya dalam diri kader secara lebih utama atau lebih unggul daripada anggota.
Muhammadiyah dikenal memiliki potensi sumberdaya kader dan anggota yang banyak. Masyarakat juga mengenal anggota dan warga Muhammadiyah sebagai sosok santri terpelajar, berpikiran modern, gemar beramal, terpercaya, serta memiliki kemampuan dan keahlian yang baik.
Tersebarnya kader Muhammadiyah di berbagai lingkungan birokrasi pemerintahan dalam masa-masa sebelum ini juga menunjukkan kualitas sumberdaya yang handal.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan potensi sumberdaya kader dan anggota yang dimiliki atau berada di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
(1) Jumlah anggota dan simpatisan yang banyak dan tersebar di berbagai bidang keahlian;
(2) Segmentasi kader berdasarkan kelompok umur dan status terdapat di berbagai Organisasi Otonom (NA, PM, IPM, IMM);
(3) Jumlah siswa dan mahasiswa di pergurun Muhammadiyah sangat banyak;
(4) Keluarga (tokoh atau anggota Muhammadiyah) merupakan sumber kader dan anggota yang banyak;
(5) Jaringan vertikal dan horizontal Persyarikatan, mulai dari Ranting hingga Pusat, tersebar di penjuru tanah air;
(6) Amal usaha Muhammadiyah yang melimpah dengan fasilitas dan sumberdaya yang memadai untuk perekrutan, pembinaan, serta pendistribusian kader dan anggota;
(7) Jaringan Muhammadiyah dengan organisasiorganisasi sejenis, baik di dalam maupun di luar, yang memiliki visi dan misi serupa; dan
(8) Sistem perkaderan Muhammadiyah yang mapan. Hal yang diperlukan adalah optimalisasi segenap potensi di atas sehingga menjadi kesadaran bersama bahwa Muhammadiyah memerlukan pengelolaan HRD secara serius dan terarah.
IV. STRATEGI DAN ASPEK REVITALISASI
Revitalisasi merupakan strategi perubahan yang dilakukan secara sistematik melalui tahapan penataan, pembinaan, peningkatan, dan pengembangan secara optimal berbasis pada potensi yang dimiliki.
Revitalisasi kader dan anggota Muhammadiyah merupakan sebuah proses yang berkelanjutan untuk meningkatkan kuantitas, vitalitas, daya juang, dan kualitas kader berbasis ruh ber-Muhammadiyah melalui berbagai proses penguatan menuju keunggulan anggota dan kader Muhammadiyah.
Melalui revitalisasi kader dan anggota ini, suplai kader dan anggota tidak hanya berfungsi bagi pemenuhan kebutuhan internal organisasi, tetapi tidak kalah pentingnya peran strategis dalam kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal sebagai perwujudan misi, usaha, dan pencapaian tujuan Muhammadiyah di tengah dinamika perkembangan zaman.
Revitalisasi kader dan anggota menitikberatkan pada penguatan kapasitas individual dan kolektif dalam hal komitmen, pengetahuan, wawasan, dan kompetensi selaku pelaku gerakan.
Revitalisasi kader dan anggota juga diarahkan pada peningkatan jumlah dan persebaran pelaku gerakan sehingga Muhammadiyah semakin meluas dalam kehidupan masyarakat.
Aspek sasaran revitalisasi kader dan anggota menyangkut aspek idealisme, spiritualitas, intelektualitas, dan praksis selaku pelaku gerakan.
Dalam proses yang meningkat dan berkelanjutan revitalisasi kader dan anggota diharapkan semakin terpadu dengan meningkatkan semakin banyak jumlah anggota, membina dan mengembangkannya, dan menjadikan anggota sebanyak mungkin menjadi kader, sehingga terbangun pelaku gerakan yang semakin berkembang baik dari segi jumlah maupun kualitas.
Revitalisasi idealisme menyangkut penguatan aspek yang berkaitan dengan semangat (ruh, jiwa, spirit), komitmen, spiritualitas, sikap, dan tingkahlaku anggota dan kader dalam berkiprah di Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.
Arah revitalisasi idealisme diorientasikan pada dua hal:
1) kokohnya segenap kader dan anggota Muhammadiyah dalam ber-Muhammadiyah sebagai sesuatu yang bersifat mendasar/ideal;
2) terbentuknya kemampuan dalam mewujudkan cita-cita Muhammadiyah berdasarkan nilai-nilai ideal
dalam Persyarikatan.
Idealisme gerakan tersebut berkisar pada nilai-nilai dasar Islam, pandangan dunia atau pemikiran-pemikiran fundamental Muhammadiyah, orientasi dakwah dan tajdid, serta aktualisasi jihad dan amal melalui gerakan Muhammadiyah.
Jika merujuk pada pesan Al-Quran, revitalisasi idealisme bertumpu antara lain pada Al-Quran Surat Ali Imran 102-104, bahwa untuk lahirnya gerakan menyebarluaskan dan melaksanakan dakwah (Ali Imran 104) sebagaimana tujuan Muhammadiyah, diperlukan prasyarat kokohnya ukhuwah dan terhindarkannya perpecahan (Ali Imran 103) serta kekuatan taqwa sebagai basis kepribadian utama (Ali Imran 102).
Sejarah Nabi juga menunjukkan, bahwa untuk terbentuknya kejayaan Islam dan kaum muslimin yang dicapai pada era Madinah tidak dapat dilepaskan dan dimulai dari perjuangan semasa di Mekkah, sehingga dalam tempo 23 tahun terbentuk peradaban Islam yang kokoh.
Revitalisasi spiritualitas menyangkut penataan, pembinaan, peningkatan, dan pengembangan kualitas ruhani yang membentuk pribadi yang shaleh, alim, ihsan, dan memiliki uswah hasanah dalam kehidupan.
Kader dan anggota Muhammadiyah memiliki kekayaan ruhaniah di atas rata-rata dari yang lain, sehingga dapat melahirkan keshalehan individual sekaligus keshalehan sosial.
Spiritualitas kader dan anggota Muhammadiyah selain menunjukkan kekayaan ruhani atau batin dan kepribadian, sekaligus menunjukkan sikap dinamis sehingga mampu menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana tugas utama manusia (QS Al-Baqarah: 30), selain sebagai abdi Allah (QS Adz-Dzariat: 56).
Spiritualitas yang utama tersebut merupakan cermin dari pengamalan Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan universal.
Revitalisasi intelektualitas menyangkut aspek-aspek pengetahuan, wawasan, dan pemikiran yang menujukkan keutamaan dari pelaku gerakan Muhammadiyah.
Bahwa kader dan anggota Muhammadiyah sebagaimana melekat dengan jatidiri gerakan Islam ini sebagai gerakan dakwah dan tajdid, dituntut memiliki keutamaan atau keunggulan dalam pengetahuan, pemikiran, dan wawasan baik yang menyangkut keislaman maupun soalsoal kemasyarakatan secara luas.
Aspek intelektualitas merupakan bagian penting dari semangat Islam sebagai agama yang menjujung tinggi ilmu pengetahuan, akal pikiran, dan kemajuan sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Intelektual dalam makna yang luas merupakan bagian penting dari kemajuan peradaban Islam, yang terbukti menjadi pilar kejayaan Islam di masa silam, sekaligus menjadi acuan bagi kemajuan peradaban Islam kini dan ke depan.
Revitalisasi intelektualitas ditujukan untuk peningkatan kualitas pengetahuan, pemikiran, dan wawasan dalam menjalankan misi dakwah dan tajdid, sekaligus dalam menjalani kehidupan sebagai muslim yang menjunjung tinggi kemajuan dan peradaban Islami.
Revitalisasi aspek praksis dimaksudkan untuk menata, membina, meningkatkan, dan mengembangkan kuantitas dan kualitas peran-peran amaliah dan tindakan kader dan anggota selaku pelaku gerakan Muhammadiyah.
Dalam kehidupan di lingkungan umat Islam pada khususnya maupun masyarakat atau bangsa dan dunia kemanusiaan pada umumnya setiap kader dan anggota Muhammadiyah menjadi pribadi-pribadi dan kelompok yang terkategorisasi sebagai umat pelaku dakwah (QSAli Imran: 104) dan khaira ummah atau umat terbaik (QS Ali Imran: 110) yang menjadi umat tengahan dan suyahada ‘ala al-nas atau saksi sejarah dalam kehidupan (QS Al-Baqarah: 143). Kader dan anggota Muhammadiyah menjadi manusia-manusia yang bermanfaat dan rahmat bagi seluruh umat manusia.
Bahwa upaya revitalisasi kader dan anggota dengan mengintensifkan penguatan idealisme, spiritualitas, intelektualitas, dan praksis sebagai pelaku gerakan dituntut pula untuk memperhatikan aspek-aspek lainnya yang dinamis dan juga penting seperti yang berkaitan dengan masalah profesionalitas, kekuatan ekonomi, dan modal sosial lainnya yang penting dan relasi-relasi sosial kehidupan.
Dengan demikian arti penting lain dari revitalisasi kader dan anggota adalah memiliki link and match, baik ke dalam maupun ke luar, sehingga mampu menjadi pelaku gerakan yang bergerak dinamis dalam kehidupan yang kompleks di tengah perkembangan zaman. (Asnawin)
---
Sumber:
-- Dikutip dari Lampiran V, Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah (Muktamar Muhammadiyah Ke 46), Yogyakarta, 20-25 Rajab 1431 Hijriyah/3-8 Juli 2010 Masehi
-- http://www.muhammadiyah.or.id/muhfile/download/Tanfidz%20Muhammadiyah/Tanfidz%20Muhammadiyah%20Sept%202010.PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar