Jumat, 18 September 2015

Di Balik Sukses Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah


CEPAT AKURAT: Muktamirin mengabadikan hasil penghitungan suara di layar. Penggunaan e-counting bisa menghemat waktu dan tenaga. (Miftahul Hayat/Jawa Pos)




----------

Di Balik Sukses Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah


-- E-Counting Bikin Penghitungan Suara Hanya Dua Jam

Muktamar Ke-47 Muhammadiyah dan seabad Aisyiyah berjalan nyaris tanpa masalah. Keberhasilan penyelenggaraan muktamar tidak terlepas dari sistem yang tertata sejak awal. Baik sistem suksesi kepemimpinan maupun cara pemilihan.

Laboratorium IT Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar menjadi saksi kesuksesan Muhammadiyah menerapkan sistem penghitungan suara secara elektronik alias e-counting. Bermodalkan software penghitungan dan sejumlah mahasiswa Unismuh, panitia mendapat kepercayaan dari muktamirin untuk menghitung suara para calon anggota Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Laboratorium di lantai 2 gedung FK Unismuh itu memiliki puluhan komputer. Sebagian besar peranti tersebut baru. Sebanyak 15 unit komputer di antaranya digunakan untuk menghitung suara dari sekitar 2.500 kertas suara dengan sistem online.

Setiap komputer ditangani tiga orang. Satu orang mahasiswa membacakan isi kertas suara dan seorang yang lain meng-input data dari kertas suara ke komputer. Seorang lagi adalah saksi yang ditunjuk majelis tanwir untuk mengawasi penghitungan suara.

Begitu satu kertas suara selesai di-input, grafik perolehan suara berubah. Perkembangan perolehan suara juga bisa disaksikan secara live lewat link website yang disiapkan panitia. Alhasil, di beberapa sudut Unismuh digelar nonton bareng hasil pemungutan suara lewat layar proyektor.

Koordinator Tim IT Universitas Ahmad Dahlan Jogjakarta Tawar menuturkan, sistem tersebut digunakan sejak Muktamar 2005 di Malang. Kala itu, tim IT menggunakan program excel untuk meng-input data. Namun, program tersebut tidak berjalan dengan baik. Sebab, satu kesalahan saja bisa membuyarkan hitungan yang ada.

Utak-atik tim IT menghasilkan sebuah software penghitungan suara. Software tersebut dirancang untuk meng-input pilihan beberapa kandidat sekaligus. Itu berbeda dengan sistem penghitungan suara pemilu yang memilih satu di antara beberapa kandidat. Hasilnya, penghitungan suara bisa dilakukan dengan cepat.

Ketua Panitia Muktamar Dahlan Rais menjelaskan, sistem e-counting sangat membantu panitia pemilihan dalam menghimpun suara yang masuk. Sebab, pemungutan suara ala Muhammadiyah tergolong rumit. Para pemilik suara harus menuliskan nama-nama kandidat di kertas suara. Untuk tanwir, pemilik suara menuliskan 39 nama. Apabila perhitungan juga dilakukan secara manual, itu bisa berlangsung seharian. ’’Kalau pakai e-counting, hanya dua sampai tiga jam saja selesai,’’ tuturnya.

Hal itu membuat panitia bisa menghemat waktu dan tenaga. Durasi pelaksanaan muktamar yang bergantung kepada pemungutan dan penghitungan suara bisa direduksi.

Dahlan menuturkan, bukan tidak mungkin suatu saat sistem e-counting digunakan dalam pemilu di Indonesia. ’’Kuncinya adalah trust,’’ katanya. Ketika penyelenggara pemilu benar-benar mendapat kepercayaan publik, sistem apa pun yang digunakan bakal bisa diterima.

Selain e-counting, Muhammadiyah punya sistem suksesi yang rapi. Suksesi itu sudah berlangsung setahun sebelumnya. Poses itu dimulai dengan menentukan tata tertib muktamar. ’’Jadi, saat muktamar seperti saat ini, kami sudah tidak lagi membicarakan tata tertib,’’ tutur Dahlan.

Setelah tata tertib diputuskan, panitia menyurati 204 anggota tanwir. Mereka diminta agar mencalonkan beberapa kandidat untuk menjadi calon anggota PP Muhammadiyah. Dalam tradisi Muhammadiyah, tidak boleh ada tokoh yang mencalonkan diri menjadi anggota PP.

Pencalonan itu menghasilkan 200 nama. Panitia lalu memverifikasi nama-nama tersebut. Yang diloloskan hanya mereka yang dicalonkan minimal tiga anggota tanwir. Dari situ, jumlahnya menyusut menjadi 108. ’’Sebanyak 108 orang ini lalu dikirimi surat kesediaan untuk dicalonkan sbagai anggota PP,’’ tutur pria 64 tahun itu.

Sebagian tokoh menolak. Ada pula yang tidak mengembalikan formulir. Misalnya, Din Syamsuddin. Akhirnya tersisa 82 kandidat untuk dipilih di sidang tanwir. Anggota tanwir melakukan pemungutan suara untuk menentukan 39 besar yang bakal menjadi calon tetap. Ke-39 calon itu dikerucutkan menjadi 13 orang dalam pemungutan suara oleh muktamirin. Nah, ke-13 anggota PP Muhammadiyah tersebut kemudian menentukan ketua umum.

Cara pencalonan berjenjang itu sukses meredam ambisi pihak-pihak tertentu yang ingin menjadi bagian dari PP Muhammadiyah. ’’Kalau dia berupaya mencalonkan diri dan mendatangi wilayah untuk mendapat dukungan, yang ada malah ditertawakan,’’ ucap dosen Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta dan Universitas Muhammadiyah Surakarta itu. (*/c4/ca)

------------
Sumber:
http://www.jawapos.com/baca/artikel/21366/Di-Balik-Sukses-Muktamar-Muhammadiyah-dan-Aisyiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar